Informasi Penyakit : Retinitis Pigmentosa ( Penyebab dan Penanganannya )
>> Rabu, 16 Maret 2011
Retinitis pigmentosa (RP) adalah kelompok kelainan yang diturunkan (inherited disorders) yang ditandai dengan kehilangan penglihatan perifer yang berkelanjutan (progressive peripheral vision loss) dan kesulitan melihat di malam hari atau dengan cahaya suram (nyctalopia) yang menimbulkan kehilangan penglihatan sentral (central vision loss).
Epidemiologi
RP memengaruhi 1 dari 5000 penduduk di seluruh dunia.
Usia
RP biasanya didiagnosis pada masa dewasa muda (young adulthood), meskipun dapat juga ditemukan pada masa kanak-kanak (infancy) hingga pertengahan usia 30-an sampai 50-an.
Penyebab
Kematian sel fotoreseptor (sebagian besar adalah fotoreseptor sel batang/rod).
Defek molekuler (molecular defects) pada lebih dari seratus gen yang berbeda.
Pada 75% kasus X-linked RP disebabkan oleh mutasi pada gen RPGR.
Di United States, sekitar 30% kasus autosomal dominant RP disebabkan oleh mutasi pada "the gene for rhodopsin" (gen pembentuk rhodopsin/red photopigment), sekitar 15% kasus ini merupakan mutasi single point.
Pada beberapa kasus RP autosomal recessive, ditemukan adanya mutasi pada beta-phosphodiesterase, suatu protein penting pada phototransduction cascade.
Patofisiologi (Riwayat Perjalanan Penyakit)
RP secara khas dipercaya sebagai suatu dystrophy (kelainan degeneratif, biasanya karena kekurangan nutrisi tubuh) sel batang-kerucut dimana defek genetik menyebabkan kematian sel (apoptosis), sebagian besar di fotoreseptor sel batang; sebagian kecil, defek genetik memengaruhi retinal pigment epithelium (RPE) dan fotoreseptor sel kerucut.
Variasi fenotip sangat signifikan karena lebih dari seratus gen dapat menyebabkan RP.
Jalur akhir (final common pathway) RP menyisakan kematian sel fotoreseptor oleh karena apoptosis. Perubahan histologis pertama yang ditemukan di fotoreseptor adalah pemendekan segmen luar sel batang. Segmen luar semakin memendek, diikuti hilangnya fotoreseptor sel batang. Proses ini berlangsung di mid perifer retina. Daerah (region) retina ini menggambarkan apoptosis sel dengan penurunan nuclei di lapisan inti luar (outer nuclear layer). Dalam banyak kasus, degenerasi cenderung memburuk di inferior retina, karena itu menyarankan suatu peran untuk terpapar cahaya (a role for light exposure).
Jalur akhir (final common pathway) RP adalah kematian secara khas fotoreseptor sel batang yang cenderung menyebabkan kehilangan penglihatan (vision loss). Karena sel batang paling banyak ditemukan di midperipheral retina, maka hilangnya sel di daerah ini akan menyebabkan hilangnya penglihatan tepi (peripheral vision loss) dan hilangnya penglihatan malam hari (night vision loss).
Kematian fotoreseptor sel kerucut mirip dengan apoptosis sel batang dengan pemendekan bagian luar (outer segments) yang diikuti oleh kehilangan sel. Proses ini dapat berlangsung cepat atau lambat pada berbagai macam RP.
Manifestasi Klinis
Menurut Prof. Sidarta Ilyas (2007):
1. Sukar melihat di malam hari.
2. Lapang penglihatan menyempit.
3. Penglihatan sentral dinyatakan dengan adanya buta warna.
4. Retina mempunyai bercak dan pita halus yang berwarna hitam.
Menurut Chantal Simon, et. al. (2006):
5. Biasanya pertama tampak pada masa remaja (adolescence).
6. Terdapat black pigment flecks di retina dan optic atrophy.
7. Dapat berkembang menjadi kebutaan.
Menurut Myron Yanoff (1998):
8. Decreased night vision (nyctalopia) dan decreased color vision
9. Kehilangan penglihatan perifer (loss of peripheral vision)
10. Penglihatan kabur (blurry vision)
11. Terdapat gumpalan pigmen (pigment clumping) atau "bone spicule formation" di retina perifer
12. Terdapat area atrofi pigmen retina
13. Pelemahan pembuluh darah arteri yang sangat kecil/arteriol (arteriolar attenuation)
14. Optic nerve "waxy" pallor15. Pigmented cells di vitreous
16. Stellate pattern to posterior lens capsule opacification
17. Cystoid macular edema18. Epimacular membrane
Berbeda dengan pendapat para ahli di atas, maka David G Telander (2007) mengusulkan lima hal khas pada RP:
1. Nyctalopia ( bersinonim dengan: night blindness, moon blindness, mooneye).
Ini merupakan gejala paling awal pada RP. Dipertimbangkan sebagai hallmark (= pathognomonic, tanda penting, khas) untuk RP.
Pasien biasanya mengeluh kesulitan menyelesaikan tugas di malam hari tau di tempat yang gelap/kurang cahaya, seperti: sulit berjalan dalam ruangan yng cahayanya kurang terang (contoh: di gedung bioskop).
Pasien juga merasa kesulitan untuk mengemudi dengan cahaya redup, dalam kondisi berdebu, atau berkabut.
Pasien juga mengeluh saat ini memerlukan waktu yang lebih lama untuk beradaptasi dari tempat terng ke tempat gelap dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
2. Kehilangan penglihatan (visual loss).
Peripheral vision loss seringkali tnpa gejala/keluhan (asymptomatic). Bagaimanapun juga, beberapa pasien memerhatikan hal ini dan melaporkannya seperti melihat terowongan (tunnel vision).
Pasien biasanya mengeluh suka menabrak mebel atau perabot rumah tngga (meja, kursi, dll). Atau kesulitan saat berolahraga yang memerlukan penglihatan perifer (peripheral vision), misalnya: tenis, basket.
Kehilangan penglihatan (loss of vision) biasanya tanpa disertai rasa sakit (painless) dan berkembang secara perlahan.
3. Photopsia
Banyak pasien dengan RP melaporkan melihat pijaran halilintar kecil atau kilatan cahaya dan mendeskripsikan apa yang mereka lihat itu sebagai cahaya yang kecil, berkilauan atau berkelip-kelip (shimmering), berkedip-kedip (blinking).
4. Riwayat dan silsilah keluarga (family history with pedigree) dan pemeriksaan anggota keluarga yang teliti dapat sangat membantu.
5. Riwayat pemakaian obat (drug history) amat penting untuk mengetahui adanya phenothiazine/thioridazine toxicity.
Khas:
1. Pada funduskopi terlihat penumpukan pigmen perivaskuler di bagian perifer retina.
2. Terdapat degenerasi sel epitel retina terutama sel batang dan atrofi saraf optik, menyebar tanpa gejala peradangan.
3. Sel dalam badan kaca dengan papil pucat.
Gambaran Fundus pada RP:
1. Bone spiculesTerdapat gambaran midperipheral retinal hyperpigmentation dalam pola yang karakteristik.
2. Optic nerve waxy pallor
3. Atrofi retinal pigment epithelium (RPE) di mid perifer retina
4. Pelemahan arteriol retina (retinal arteriolar attenuation)
Untuk diketahui, retina tampak tidak berubah (unaffected) pada stadium awal RP.
Pemeriksaan atau Tes pada RP:
1. Imaging Studies
Meskipun fluorescein angiography jarang berguna untuk menegakkan diagnosis, keberadaan cystoid macular edema dapat dikonfirmasikan dengan tes ini.
2. Electroretinogram (ERG)
ERG merupakan tes diagnostik yang paling critical (penting dan diperlukan) untuk RP karena menyediakan pengukuran objektif fungsi sel batang (rod) dan kerucut (cone) di retina dan peka (sensitive) bahkan untuk kerusakan photoreceptor yang ringan.
3. Formal visual field
Progressive loss of peripheral vision merupakan gejala utama yang menyertai perubahan visual acuity. Oleh karena itu, tes ini merupakan alat ukur paling bermanfaat untuk melakukan ongoing follow-up care pada pasien RP.
Goldmann (kinetic) perimetry direkomendasikan karena dapat dengan mudah mendeteksi perubahan progressive visual field.
4. Color testing
Umumnya terdapat mild blue-yellow axis color defects, meskipun pasien tidak mengeluh kesulitan tentang persepsi warna.
5. Adaptasi gelap (Dark adaptation)
Pasien biasanya sensitif cahaya terang (bright light).
6. Genetic subtyping
Merupakan tes definitive untuk mengidentifikasi particular defect.
Penatalaksanaan
1. Prof. Sidarta Ilyas (2007) menganjurkan pemberian vitamin A larut-air 10.000-15.000 IU, kurangi makan lemak sampai 15 % kalori harian, dan tambahan diet dengan Zinc.
2. Myron Yanoff (1998) menyarankan obati/hilangkan penyebab pokok (underlying cause) jika berhubungan dengan sindrom sistemik. Berikanlah suplemen vitamin E, C, dan karoten.
3. Beberapa pilihan terapi menurut David G Telander (2007)
1. Vitamin A palmitate dosis 15 ribu U per hari.
2. Beta-carotene dosis 25 ribu IU.
3. Docosahexaenoic acid (DHA)
DHA merupakan omega-3 polyunsaturated fatty acid
dan antioxidant.
4. Acetazolamide
Efek samping obat ini, yaitu: kelelahan (fatigue), batu ginjal, kehilangan selera makan, hand tingling, dan anemia, telah membatasi penggunaannya.
5. Lutein/zeaxanthin
Lutein dan zeaxanthin adalah macular pigments yang tidak dapat diproduksi tubuh namun dapat diperoleh dari makanan.
Lutein dapat melindungi macula dari kerusakan okidatif, dan suplementasi oral telah terbukti meningkatkan pigmen macular.
Dosis 20 mg per hari telah direkomendasikan.
6. Vitamin E dosis 800 IU per hari telah direkomendasikan.
7. Vitamin C (ascorbic acid) dosis 1000 mg per hari. Namun belum ada bukti nyata dan penelitian lanjut tentang manfaat vitamin C pada RP.
8. Bilberry dosis 80 mg, sebagai obat alternatif. Namun belum ada studi kontrol tentang safety atau efficacy dalam mengobati pasien RP.
9. Perawatan bedah (Surgical Care), misalnya:
Cataract extraction. Bedah katarak seringkali bermanfaat pada stadium kemudian (later stages) RP.
Penggunaan perioperatif kortikosteroid direkomendasikan untuk mencegah postoperative cystoid macular edema.
10. Beberapa terapi RP di masa depan yang sedang dikembangkan dan diteliti lebih lanjut adalah:
a. Growth factors
Pada hewan percobaan, ciliary neurotrophic factor (CNTF) telah berhasil memperlambat degenerasi retina.
b. Transplantasi (seperti: RPE cell transplants, stem cells)
c. Retinal prosthesis ( = phototransducing chip,
subretinal microphotodiodes)
d. terapi gen (gene therapy)
Farmakoterapi RP
Farmakoterapi RP bertujuan untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi.
Terapi RP secara garis besar dibagi sebagai berikut:
Vitamin dan antioksidan
Dapat menunda degenerasi RPE. Misalnya:
1. Vitamin A, dosis: 15,000-25,000 IU PO qd
2. Vitamin E, dosis: 800 IU PO qd
3. Ascorbic acid, dosis: 1000 mg/d PO
4. Lutein atau Zeaxanthin, dosis: 20 mg PO qd
Alternative medicines/herbal medications
Hanya berdasarkan pengakuan (testimonial), dipercaya dapat memperlambat kemunduran penglihatan melalui anjuran/nasihat. Misalnya:
1. Bilberry, dosis: 80 mg PO qd
2. Beta-carotene, dosis: 15,000-25,000 IU PO qd
Calcium channel blockers
Mengurangi kadar toksik GMP siklik di RPE. Misalnya: diltiazem.
Carbonic anhydrase inhibitors
Mengurangi edem makular sistoid yang berhubungan dengan hilangnya penglihatan (visual loss) akibat RP.
Misalnya:
1 Acetazolamide (Diamox, Diamox Sequels)
Dosis diamox: 250 mg PO bid/qid
Dosis diamox sequels: 500 mg PO sekali atau dua kali sehari.
2. Methazolamide, dosis: 25-50 mg PO bid/qid
Komplikasi:
1. Penurunan penglihatan (decreased vision)
2. Katarak
3. Cystoid macular edema
4. Drusen in the optic nerve head
Diagnosis Banding:
1. Sifilis
2. Rubela kongenital
3. Defisiensi vitamin A
4. Intoksikasi fenotiazin
5. Resolusi ablasi retina eksudatif
6. Toxic retinopathy secondary to phenotiazines
7. Resolution of an old retinal detachment (serous or rhegmatogenous)
8. Choroideremia
9. End-stage Stargardt's disease
10. Gyrate atrophy
11. Congenital stationary night blindness
12. Diffuse unilateral neuroretinitis
13. ARMD nonexudative
14. Best disease
15. Keracunan (toxicity) chloroquine/ hydroxychloroquine
16. Chorioretinopathy (central serous)
17. Chronic progressive external ophthalmoplegia
18. Neuroretinitis diffuse unilateral subacute
19. Juvenile retinoschisis
Masalah Lain yang Perlu Dipertimbangkan:
1. Infeksi: TORCH (toxoplasmosis, other infections, rubella, cytomegalovirus infection, dan herpes simplex); congenital rubella; syphilis.
2. Keturunan (inherited): choroideremia, gyrate atrophy, Stargardt/fundus flavimaculatus, North Carolina macular dystrophy (NCMD), Bietti syndrome, pattern dystrophies, ocular albinism, cystinosis.
3. Toksisitas: thioridizine toxicity, oxalosis
4. Neoplasma: cancer-associated retinopathy (CAR)
5. Inflamasi: serous uveitis
6. Metabolik: refsum disease, abetalipoproteinemia
Catatan
1. RP merupakan kelainan yang bersifat herediter (keturunan). Pola pewarisannya: 20-25% autosomal dominant, 15-20% autosomal recessive, dan 5-10% X-linked.
2. Pemakaian kacamata dengan lapis gelap atau "protective eyewear dengan ultraviolet absorbing lenses" akan membantu pasien.
3. Penderita memerlukan konsultasi genetik disertai pengarahan pekerjaan dan vocational rehabilitation.
4. RP sering disertai pigmentasi retina berkelompok, gangguan penglihatan, dan katarak subkapsular.
5. Pada ±30 % pasien, RP sering berhubungan dengan kehilangan pendengaran (hearing loss). Banyak pasien ini didiagnosis sindrom Usher.
6. Usher syndrome merupakan bentuk RP yang disertai dengan kehilangan pendengaran (hearing loss). Sebanyak 10% pasien RP dapat disertai hearing loss, dan sebagian besar pasien ini memiliki Usher syndrome. Sebagian besar kasus Usher syndrome adalah autosomal recessive.
7. RP dan kehilangan pendengaran (hearing loss) juga berhubungan dengan Waardenburg syndrome, Alport syndrome, dan Refsum disease.
8. Mutasi pada gen ABCA4 dapat menyebabkan RP dan Stargardt disease.
9. Degenerasi sel kerucut dan batang retina disertai dengan perubahan central macular pigmentary atau biasa disebut bull's eye maculopathy. Choroideremia dan gyrate atrophy secara khas tampak dengan area/daerah atrofi retina perifer yang large scalloped.
Variasi fenotip sangat signifikan karena lebih dari seratus gen dapat menyebabkan RP.
Jalur akhir (final common pathway) RP menyisakan kematian sel fotoreseptor oleh karena apoptosis. Perubahan histologis pertama yang ditemukan di fotoreseptor adalah pemendekan segmen luar sel batang. Segmen luar semakin memendek, diikuti hilangnya fotoreseptor sel batang. Proses ini berlangsung di mid perifer retina. Daerah (region) retina ini menggambarkan apoptosis sel dengan penurunan nuclei di lapisan inti luar (outer nuclear layer). Dalam banyak kasus, degenerasi cenderung memburuk di inferior retina, karena itu menyarankan suatu peran untuk terpapar cahaya (a role for light exposure).
Jalur akhir (final common pathway) RP adalah kematian secara khas fotoreseptor sel batang yang cenderung menyebabkan kehilangan penglihatan (vision loss). Karena sel batang paling banyak ditemukan di midperipheral retina, maka hilangnya sel di daerah ini akan menyebabkan hilangnya penglihatan tepi (peripheral vision loss) dan hilangnya penglihatan malam hari (night vision loss).
Kematian fotoreseptor sel kerucut mirip dengan apoptosis sel batang dengan pemendekan bagian luar (outer segments) yang diikuti oleh kehilangan sel. Proses ini dapat berlangsung cepat atau lambat pada berbagai macam RP.
Manifestasi Klinis
Menurut Prof. Sidarta Ilyas (2007):
1. Sukar melihat di malam hari.
2. Lapang penglihatan menyempit.
3. Penglihatan sentral dinyatakan dengan adanya buta warna.
4. Retina mempunyai bercak dan pita halus yang berwarna hitam.
Menurut Chantal Simon, et. al. (2006):
5. Biasanya pertama tampak pada masa remaja (adolescence).
6. Terdapat black pigment flecks di retina dan optic atrophy.
7. Dapat berkembang menjadi kebutaan.
Menurut Myron Yanoff (1998):
8. Decreased night vision (nyctalopia) dan decreased color vision
9. Kehilangan penglihatan perifer (loss of peripheral vision)
10. Penglihatan kabur (blurry vision)
11. Terdapat gumpalan pigmen (pigment clumping) atau "bone spicule formation" di retina perifer
12. Terdapat area atrofi pigmen retina
13. Pelemahan pembuluh darah arteri yang sangat kecil/arteriol (arteriolar attenuation)
14. Optic nerve "waxy" pallor15. Pigmented cells di vitreous
16. Stellate pattern to posterior lens capsule opacification
17. Cystoid macular edema18. Epimacular membrane
Berbeda dengan pendapat para ahli di atas, maka David G Telander (2007) mengusulkan lima hal khas pada RP:
1. Nyctalopia ( bersinonim dengan: night blindness, moon blindness, mooneye).
Ini merupakan gejala paling awal pada RP. Dipertimbangkan sebagai hallmark (= pathognomonic, tanda penting, khas) untuk RP.
Pasien biasanya mengeluh kesulitan menyelesaikan tugas di malam hari tau di tempat yang gelap/kurang cahaya, seperti: sulit berjalan dalam ruangan yng cahayanya kurang terang (contoh: di gedung bioskop).
Pasien juga merasa kesulitan untuk mengemudi dengan cahaya redup, dalam kondisi berdebu, atau berkabut.
Pasien juga mengeluh saat ini memerlukan waktu yang lebih lama untuk beradaptasi dari tempat terng ke tempat gelap dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
2. Kehilangan penglihatan (visual loss).
Peripheral vision loss seringkali tnpa gejala/keluhan (asymptomatic). Bagaimanapun juga, beberapa pasien memerhatikan hal ini dan melaporkannya seperti melihat terowongan (tunnel vision).
Pasien biasanya mengeluh suka menabrak mebel atau perabot rumah tngga (meja, kursi, dll). Atau kesulitan saat berolahraga yang memerlukan penglihatan perifer (peripheral vision), misalnya: tenis, basket.
Kehilangan penglihatan (loss of vision) biasanya tanpa disertai rasa sakit (painless) dan berkembang secara perlahan.
3. Photopsia
Banyak pasien dengan RP melaporkan melihat pijaran halilintar kecil atau kilatan cahaya dan mendeskripsikan apa yang mereka lihat itu sebagai cahaya yang kecil, berkilauan atau berkelip-kelip (shimmering), berkedip-kedip (blinking).
4. Riwayat dan silsilah keluarga (family history with pedigree) dan pemeriksaan anggota keluarga yang teliti dapat sangat membantu.
5. Riwayat pemakaian obat (drug history) amat penting untuk mengetahui adanya phenothiazine/thioridazine toxicity.
Khas:
1. Pada funduskopi terlihat penumpukan pigmen perivaskuler di bagian perifer retina.
2. Terdapat degenerasi sel epitel retina terutama sel batang dan atrofi saraf optik, menyebar tanpa gejala peradangan.
3. Sel dalam badan kaca dengan papil pucat.
Gambaran Fundus pada RP:
1. Bone spiculesTerdapat gambaran midperipheral retinal hyperpigmentation dalam pola yang karakteristik.
2. Optic nerve waxy pallor
3. Atrofi retinal pigment epithelium (RPE) di mid perifer retina
4. Pelemahan arteriol retina (retinal arteriolar attenuation)
Untuk diketahui, retina tampak tidak berubah (unaffected) pada stadium awal RP.
Pemeriksaan atau Tes pada RP:
1. Imaging Studies
Meskipun fluorescein angiography jarang berguna untuk menegakkan diagnosis, keberadaan cystoid macular edema dapat dikonfirmasikan dengan tes ini.
2. Electroretinogram (ERG)
ERG merupakan tes diagnostik yang paling critical (penting dan diperlukan) untuk RP karena menyediakan pengukuran objektif fungsi sel batang (rod) dan kerucut (cone) di retina dan peka (sensitive) bahkan untuk kerusakan photoreceptor yang ringan.
3. Formal visual field
Progressive loss of peripheral vision merupakan gejala utama yang menyertai perubahan visual acuity. Oleh karena itu, tes ini merupakan alat ukur paling bermanfaat untuk melakukan ongoing follow-up care pada pasien RP.
Goldmann (kinetic) perimetry direkomendasikan karena dapat dengan mudah mendeteksi perubahan progressive visual field.
4. Color testing
Umumnya terdapat mild blue-yellow axis color defects, meskipun pasien tidak mengeluh kesulitan tentang persepsi warna.
5. Adaptasi gelap (Dark adaptation)
Pasien biasanya sensitif cahaya terang (bright light).
6. Genetic subtyping
Merupakan tes definitive untuk mengidentifikasi particular defect.
Penatalaksanaan
1. Prof. Sidarta Ilyas (2007) menganjurkan pemberian vitamin A larut-air 10.000-15.000 IU, kurangi makan lemak sampai 15 % kalori harian, dan tambahan diet dengan Zinc.
2. Myron Yanoff (1998) menyarankan obati/hilangkan penyebab pokok (underlying cause) jika berhubungan dengan sindrom sistemik. Berikanlah suplemen vitamin E, C, dan karoten.
3. Beberapa pilihan terapi menurut David G Telander (2007)
1. Vitamin A palmitate dosis 15 ribu U per hari.
2. Beta-carotene dosis 25 ribu IU.
3. Docosahexaenoic acid (DHA)
DHA merupakan omega-3 polyunsaturated fatty acid
dan antioxidant.
4. Acetazolamide
Efek samping obat ini, yaitu: kelelahan (fatigue), batu ginjal, kehilangan selera makan, hand tingling, dan anemia, telah membatasi penggunaannya.
5. Lutein/zeaxanthin
Lutein dan zeaxanthin adalah macular pigments yang tidak dapat diproduksi tubuh namun dapat diperoleh dari makanan.
Lutein dapat melindungi macula dari kerusakan okidatif, dan suplementasi oral telah terbukti meningkatkan pigmen macular.
Dosis 20 mg per hari telah direkomendasikan.
6. Vitamin E dosis 800 IU per hari telah direkomendasikan.
7. Vitamin C (ascorbic acid) dosis 1000 mg per hari. Namun belum ada bukti nyata dan penelitian lanjut tentang manfaat vitamin C pada RP.
8. Bilberry dosis 80 mg, sebagai obat alternatif. Namun belum ada studi kontrol tentang safety atau efficacy dalam mengobati pasien RP.
9. Perawatan bedah (Surgical Care), misalnya:
Cataract extraction. Bedah katarak seringkali bermanfaat pada stadium kemudian (later stages) RP.
Penggunaan perioperatif kortikosteroid direkomendasikan untuk mencegah postoperative cystoid macular edema.
10. Beberapa terapi RP di masa depan yang sedang dikembangkan dan diteliti lebih lanjut adalah:
a. Growth factors
Pada hewan percobaan, ciliary neurotrophic factor (CNTF) telah berhasil memperlambat degenerasi retina.
b. Transplantasi (seperti: RPE cell transplants, stem cells)
c. Retinal prosthesis ( = phototransducing chip,
subretinal microphotodiodes)
d. terapi gen (gene therapy)
Farmakoterapi RP
Farmakoterapi RP bertujuan untuk mengurangi morbiditas dan mencegah komplikasi.
Terapi RP secara garis besar dibagi sebagai berikut:
Vitamin dan antioksidan
Dapat menunda degenerasi RPE. Misalnya:
1. Vitamin A, dosis: 15,000-25,000 IU PO qd
2. Vitamin E, dosis: 800 IU PO qd
3. Ascorbic acid, dosis: 1000 mg/d PO
4. Lutein atau Zeaxanthin, dosis: 20 mg PO qd
Alternative medicines/herbal medications
Hanya berdasarkan pengakuan (testimonial), dipercaya dapat memperlambat kemunduran penglihatan melalui anjuran/nasihat. Misalnya:
1. Bilberry, dosis: 80 mg PO qd
2. Beta-carotene, dosis: 15,000-25,000 IU PO qd
Calcium channel blockers
Mengurangi kadar toksik GMP siklik di RPE. Misalnya: diltiazem.
Carbonic anhydrase inhibitors
Mengurangi edem makular sistoid yang berhubungan dengan hilangnya penglihatan (visual loss) akibat RP.
Misalnya:
1 Acetazolamide (Diamox, Diamox Sequels)
Dosis diamox: 250 mg PO bid/qid
Dosis diamox sequels: 500 mg PO sekali atau dua kali sehari.
2. Methazolamide, dosis: 25-50 mg PO bid/qid
Komplikasi:
1. Penurunan penglihatan (decreased vision)
2. Katarak
3. Cystoid macular edema
4. Drusen in the optic nerve head
Diagnosis Banding:
1. Sifilis
2. Rubela kongenital
3. Defisiensi vitamin A
4. Intoksikasi fenotiazin
5. Resolusi ablasi retina eksudatif
6. Toxic retinopathy secondary to phenotiazines
7. Resolution of an old retinal detachment (serous or rhegmatogenous)
8. Choroideremia
9. End-stage Stargardt's disease
10. Gyrate atrophy
11. Congenital stationary night blindness
12. Diffuse unilateral neuroretinitis
13. ARMD nonexudative
14. Best disease
15. Keracunan (toxicity) chloroquine/ hydroxychloroquine
16. Chorioretinopathy (central serous)
17. Chronic progressive external ophthalmoplegia
18. Neuroretinitis diffuse unilateral subacute
19. Juvenile retinoschisis
Masalah Lain yang Perlu Dipertimbangkan:
1. Infeksi: TORCH (toxoplasmosis, other infections, rubella, cytomegalovirus infection, dan herpes simplex); congenital rubella; syphilis.
2. Keturunan (inherited): choroideremia, gyrate atrophy, Stargardt/fundus flavimaculatus, North Carolina macular dystrophy (NCMD), Bietti syndrome, pattern dystrophies, ocular albinism, cystinosis.
3. Toksisitas: thioridizine toxicity, oxalosis
4. Neoplasma: cancer-associated retinopathy (CAR)
5. Inflamasi: serous uveitis
6. Metabolik: refsum disease, abetalipoproteinemia
Catatan
1. RP merupakan kelainan yang bersifat herediter (keturunan). Pola pewarisannya: 20-25% autosomal dominant, 15-20% autosomal recessive, dan 5-10% X-linked.
2. Pemakaian kacamata dengan lapis gelap atau "protective eyewear dengan ultraviolet absorbing lenses" akan membantu pasien.
3. Penderita memerlukan konsultasi genetik disertai pengarahan pekerjaan dan vocational rehabilitation.
4. RP sering disertai pigmentasi retina berkelompok, gangguan penglihatan, dan katarak subkapsular.
5. Pada ±30 % pasien, RP sering berhubungan dengan kehilangan pendengaran (hearing loss). Banyak pasien ini didiagnosis sindrom Usher.
6. Usher syndrome merupakan bentuk RP yang disertai dengan kehilangan pendengaran (hearing loss). Sebanyak 10% pasien RP dapat disertai hearing loss, dan sebagian besar pasien ini memiliki Usher syndrome. Sebagian besar kasus Usher syndrome adalah autosomal recessive.
7. RP dan kehilangan pendengaran (hearing loss) juga berhubungan dengan Waardenburg syndrome, Alport syndrome, dan Refsum disease.
8. Mutasi pada gen ABCA4 dapat menyebabkan RP dan Stargardt disease.
9. Degenerasi sel kerucut dan batang retina disertai dengan perubahan central macular pigmentary atau biasa disebut bull's eye maculopathy. Choroideremia dan gyrate atrophy secara khas tampak dengan area/daerah atrofi retina perifer yang large scalloped.
source: berbagai sumber
blog editor: dr. wahyu triasmara
1 komentar:
Appreciating the hard work you put into your blog and in depth information
you provide. It's good to come across a blog every once in a while that isn't the same unwanted rehashed information.
Fantastic read! I've saved your site and I'm including your RSS feeds to my Google
account.
Also visit my page - http://www.gather.com/viewArticle.action?articleId=281474981720902
Posting Komentar